Aku percaya bahwa semua orang memiliki privilige dalam hidupnya. Sayangnya, kita mungkin nggak menyadarinya. Seperti aku yang memiliki privilige sebagai seorang guru. Keistimewaan yang nggak semua orang bisa miliki.
Namun, siapa bilang privilige ini selalu digunakan dengan bijak oleh guru? Dalam beberapa obrolan dengan guru-guru yang ada dalam zona amannya, mereka sudah menikmati privilige ini sebagai hal yang lumrah. Taken for granted. Hingga, kondisi ini menghasilkan kelas-kelas yang hampa dengan pembelajaran yang merangsang pemikiran yang kritis.
Kondisi ini bukan tanpa sebab. Tekanan hal yang bersifat administrasi dan kesejahteraan yang belum diperhatikan oleh pihak yang memiliki wewenang jadi bumbu yang bikin kompleksnya masalah guru. Belum lagi masalah adab siswa yang bikin aku makin mengurut dada sambil mengucapkan istigfar berulang kali.
Privilige Guru
Oya, mungkin bagi kamu yang bukan guru, belum tahu apa aja privilige yang dimiliki oleh seorang guru. Salah satu privilige yang bisa dimiliki oleh guru adalah tunjangan sertifikasi. Besarannya berkisar antara satu setengah juta rupiah atau bisa lebih dari dua jutaan kalau kamu sudah inpassing seperti aku. Tunjangan itu cair dalam tiga bulan sekali.
Kalau guru ASN atau PPPK, kamu akan mendapatkan privilige lain, seperti gaji 13, tunjangan kinerja dan lain-lain. Poinnya sih, tunjangan ini diberikan sebagai penyemangat agat guru selalu mengupgrade diri sebagai cara bijaksana menghadapi tekanan pekerjaan.
Nah, itu sih baru dari segi finansialnya. Keistimewaan lain yang dimiliki guru adalah
1. Guru memiliki hak dan kewajiban untuk membimbing anak-anak didiknya di sekolah. Kamu bisa bayangkan kalau kamu mengajar di satu kelas yang berjumlah 32 orang dan dalam sehari aku bisa mengajar 4 kelas. Hitung aja berapa anak yang bisa aku bimbing dalam sehari.
Kalau kamu hitung kebaikan mengajar satu anak aja sudah luar biasa, bayangkan kalau kamu dapat membimbing anak sebanyak itu. Amazing kan? Itulah privilige guru yang nggak dimiliki profesi lain.
2. Selain membimbing anak di kelas, guru SMK sepertiku memiliki hak dan kewajiban pada anak untuk membimbing mereka hingga lulus dan dapat bekerja di tempat sesuai dengan kompetensi mereka. Artinya, guru pun harus mempersiapkan anak agar mampu menghadapi dunia kerja yang serba kompetitif seperti saat ini.
Aku dapat membayangkan kalau mobil yang ada di pabrikan itu bukan hanya dibuat dan dijual, tapi juga diperhatikan layanan purna jualnya. Pabrikan gak hanya memproduksi tapi juga memperhatikan agar mobil itu dapat berfungsi sesuai dengan harapan konsumen.
Dan, kalau mobil atau motor aja diperhatikan dengan istimewa agar dapat melayani kebutuhan masyarakat, aku pikir peserta didik atau murid memiliki posisi yang lebih tinggi dari mobil atau motor. Artinya, guru harus dapat membimbing anak agar mereka dapat menghadapi kehidupan yang sesungguhnya. Bukan hanya sekedar memiliki kemampuan kejuruan yang menghasilkan uang, tapi siswa juga memiliki skill empati atau adab yang baik.
Lalu, kenapa sih guru itu harus upgrade diri? Bukankah guru itu kerjanya hanya mengajar atau ngomong aja di kelas? Bukankan guru itu hanya masuk ke kelas, ngabsen, kasih tugas, lalu mengurus administrasi di kantor? Bukankah guru itu hanya mengajar dan menghabiskan materi pelajaran yang ada di buku guru? Bukankah guru itu tugasnya hanya menulis nilai di raport agar anak-anak bisa lulus dan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi lalu bekerja?
Wah, mungkin semua itu benar ya? Tapi, mungkin juga tidak..
Beberapa teman guru pernah mengeluh padaku bahwa mereka sering terpaksa untuk memberi nilai pada anak padahal anak tersebut hampir tidak pernah masuk sekolah. Guru yang lain curhat bahwa ia harus menaikkan siswanya padahal anak itu belum bisa membaca dan menulis. Duh..
Pada obrolan lain teman-teman bercerita tentang pelatihan berminggu-minggu yang ia ikuti. Ia mengeluh karena sulitnya mengaplikasikan pengetahuan yang ia miliki. Maka, ia pun kembali ke setelan awal lagi. Pengetahuan yang ia pelajari di pelatihan hanya tinggal kenangan aja. Menumpuk di meja tanpa pernah menyentuh anak-anak.
Dan, kalau pun ia memaksakan diri untuk mempraktikkan ilmunya tersebut, ia akan capek sendiri karena tidak adanya dukungan dari atasan. Hingga, seorang teman berkelakar bilang begini, "sepertinya kita ini hanya menggunakan terusan aja ya? Nah, kalau pakai bawahan tanpa atasan kan aneh ya? wkwkwk.
Dilema ini, aku pikir terjadi di mana aja. Mungkin. Hingga, perubahan pendidikan atau apa pun itu sulit dilakukan karena pihak-pihak yang terlibat sudah kadung aka terlanjur ada di zona yang nyaman. Bagiku yang guru biasa, bergerak untuk terus belajar dan mengasah kemampuan diri adalah api yang aku nyalakan nggak hanya di diriku, tapi juga bagi siapa pun yang mau mendengarku.
Aku percaya bahwa apa pun yang kita lakukan hanya karena Allah, pasti akan membawa kebaikan. Karena bukankah belajar adalah kewajiban seorang manusia? Kita nggak perlu bersandar pada manusia, karena manusia itu penuh tipu daya. Nggak perlu juga menjilat atasan agar dapat kelas yang mudah atau dapat kelas yang anaknya PKL hingga bisa santai dan datang semaunya.
Seorang guru, menurutku adalah pribadi pilihan yang dapat menjadi model bagi orang lain. Hingga, ia harus memiliki sifat-sifat yang baik. Ya, minimal kalau kita melakukan sesuatu dan hal itu kita kembalikan pada diri kita, hal itu membawa kebahagiaan. Namun, jika itu tidak terjadi, kita perlu merefleksikan diri dan mengubah perilaku kita tersebut. Ya kan?
Upgrade Diri sebagai cara bijaksana menghadapi tekanan pekerjaan
Seorang wali murid pernah menanyakan alasan kenapa siswa kelas XII harus mengikuti ujian semester ganjil padahal mereka sedang melakukan proses PKL di tempat industri. Saat itu, aku menjawab bahwa ujian semester dilakukan untuk menguji level pengetahuan mereka selama ini. Padahal, aku tahu, alasan ini mungkin tidak seluruhnya benar.
Nah, kemampuan guru untuk dapat menghadapi situasi yang sensitif seperti itu, aku pikir sangat diperlukan. Terkadang, seorang guru memang harus dapat memberikan jawaban diplomatis untuk menenangkan perasaan orang tua siswa.
Seperti jawaban pertanyaan di atas, aku kan nggak mungkin menjawab bahwa ujian bagi kelas XII yang sedang PKL merupakan salah satu cara untuk mengontrol angka besarnya tagihan administrasi di kelas XII. Kalau aku jawab begitu, aku pasti ditegur oleh atasan. Aku juga sadar bahwa gajiku pun berasal dari administrasi siswa.
Selain kemampuan dalam menghadapi situasi seperti di atas, alasan guru harus upgrade diri adalah perubahan zaman yang cepat. Perubahan yang mengakibatkan peserta didik memilki kemampuan atau cara berpikir yang berbeda dengan saat kita ada di usia mereka.
So, aku bisa membayangkan kalau guru masih mengajarkan anak di kelas dengan cara lama. Pasti anak-anak akan merasa cepat bosan.
Oya, fyi, tadi aku kan ngecek di kelas yang sedang ujian dan diawasi oleh guru baru yang gen Z itu. Eh, guru sibuk dengan gadget, siswa yang ujian pun sibuk dengan gadget-nya. Wah, piye iki? Lucky for them, guru itu minta tolong padaku untuk nunggu sebentar, karena ia ingin ke belakang. Saat itu, aku minta anak-anak untuk mengumpulkan gawai di depan kelas. Mungkin, karena mereka takut denganku, tanpa bicara apa-apa, mereka segera mengumpulkan gawainya.
Ya. begitulah, jika kamu mengajar di SMK, kamu pun perlu yang namanya galak aka tegas wkwk. Skill yang akan tumbuh seiring berjalannya waktu. Skill yang wajib guru upgrade untuk dapat beradaptasi dengan peserta didik yang terbiasa dengan lingkungan yang serba permisif.
Apa pun itu, aku pikir, seorang guru melakukan aktivitas di sekolah dengan tujuan yang berpihak pada murid. Mewujudkan anak-anak Indonesia yang memiliki karakter mulia, berkualitas dan proaktif pada perubahan zaman. Semangat!